BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Badan Penyelengara
Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan
2.1.1 Dasar Hukum Jaminan Sosial (BPJS)
Kesehatan
BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) adalah
Badan Usaha Milik Negara yang ditugaskan khusus oleh pemerintah untuk menyelenggarakan jaminan
pemeliharan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia, terutama untuk Pegawai
Negeri Sipil, Penerima Pensiun PNS dan TNI/POLRI, Veteran, Perintis Kemerdekaan
berserta keluarga dan Badan Usaha lainnya ataupun rakyat biasa. (Depkes RI,
2014).
BPJS Kesehatan sebelumnya bernama Askes
(Asuransi Kesehatan), yang dikelola oleh PT Askes Indonesia (Persero), namun
sesuai UU No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS, PT
Askes Indonesia berubah menjadi BPJS Kesehatan sejak tanggal 1 Januari
2014. Dasar Hukum Terbentuknya BPJS Kesehatan. (depkes RI, 2014).
a.
UUD 1945 No 40 Tahun
2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
b.
UUD 1945 No 24 Tahun
2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
c.
Undang-Undang No 29
Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
d.
Undang-Undang No 36
Tahun 2009 tentang Kesehatan
e.
Undang-Undang No 44
Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
f.
Undang-Undang No 25
Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.
g.
Undang-Undang No 17
Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
h.
Undang-Undang No 32
Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
i.
Undang-Undang No 33
Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Pemerintah Daerah
j.
Undang-Undang No 1
Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
k.
Undang-Undang No 38
Tahun 2007 tentang Pembagian Kewenangan Pusat dan Daerah
2.1.2 Pengertian
Badan Penyelengara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan
BPJS Kesehatan adalah Badan
Penyelengara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan adalah badan hokum untuk
menyelenggarakan program jaminan kesehatan. BPJS Kesehatan mulai opersional
pada tanggal 1 januari 2014. Jaminan Kesehatan adalah jaminan berupa
perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan
dan perlindungan dalam mememnuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan
kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayr oleh
pemerintah. Semua penduduk Indonesia wajib menjadi peserta jaminan kesehatan
yang dikelola oleh BPJS termasuk orang asing yang telah bekerja paling singkat
enam bulan di Indonesia dan telah membayar iuran (Depkes RI, 2014).
2.1.3 Kepersertaan Badan
Penyelengara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan
Peserta BPJS Kesehatan dapat diikelompokkan menjadi
dua, pertama Penerima Bantuan Iuran (PBI) jaminan kesehatan dan Bukan PBI
jaminan kesehatan. Dan yang dimaksud dengan PBI adalah peserta jaminan
Kesehatan bagi fakir miskin dan orang tidak mampu sebagaimana diamanatkan UU
SJSN yang iurannya dibayari pemerintah sebagai peserta program jaminan
kesehatan, dalam artian peserta PBI adalah fakir miskin yang ditetapkan oleh
pemerintah dan diatur melalui peraturan pemerintah. Jadi yang berhak menjadi
peserta PBI jaminan kesehatan adalah yang mengalami cacat total tetap dan tidak
mampu. Untuk bukan peserta PBI jaminan kesehatan terdiri dari pekerja penerima
upah dan anggota keluarganya, pekerja bukan penerima upah dan keluarganya serta
bukan pekerja dan anggota keluarganya.
Ada 2 kelompok peserta BPJS Kesehatan (Depkes RI, 2014)
Peserta BPJS Kesehatan ada 2 kelompok, yaitu :
a. PBI
Jaminan Kesehatan
b. Bukan
PBI Jaminan Kesehatan
PBI (Penerima
Bantuan Iuran) adalah peserta Jaminan Kesehatan bagi fakir miskin dan orang
tidak mampu sebagaimana diamanatkan UU SJSN yang iurannya dibayari pemerintah
sebagai peserta program Jaminan Kesehatan. Peserta PBI adalah fakir miskin yang
ditetapkan oleh pemerintah dan diatur melalui peraturan pemerintah.
Yang berhak
menjadi peserta PBI Jaminan Kesehatan lainnya adalah yang mengalami cacat total
tetap dan tidak mampu, peserta bukan PBI Jaminan Kesehatan adalah: (Depkes RI,
2014)
a. Pekerja
penerima upah dan anggota keluarganya
b. Pekerja
bukan penerima upah dan anggota keluarganya
c. Bukan
pekerja dan anggota keluarganya
Pekerja adalah
setiap orang yang bekerja dengan menerima gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk
lain. Pekerja penerima upah adalah setiap orang yang bekerja pada pemberi keja
dengan menerima gaji atau upah
Pekerja penerima upah terdiri dari:
(Depkes RI, 2014).
a. Pegawai
negeri sipil
b. Anggota
TNI
c. Anggota
POLRI
d. Pejabat
Negara
e. Pegawai
pemerintah non pegawai negeri
f. Pegawai
swasta dan
g. Pekerja
lain yang memenuhi kriteria pekerja penerima upah.
Pekerja bukan penerima upah adalah setiap orang yang
bekerja atau berusaha atas resiko sendiri. (Depkkes RI, 2014).
Pekerja bukan penerima upah terdiri dari atas:
a. Pekerja
diluar hubungan kerja atau bekerja mandiri.
b. Pekerja
lain yang memenuhi Kriteria pekerja bukan penerima upah.
Bukan pekerja adalah setiap orang yang tidak bekerja
tapi mampu membayar iuran Jaminan Kesehatan
Yang termasuk kelompok bukan pekerja terdiri atas:
(Depkes RI, 2014).
a. Investor;
b. Pemberi
kerja;
c. Penerima
pensiun;
d. Veteran;
e. Perintis
kemerdekaan;
f. Bukan
bekerja lain yang memenuhi kriteria bukan pekerja penerima upah
Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri Sipil adalah
Pegawai Tidak Tetap, Pegawai Honorer, Staf Khusus, dan Staf Ahli. Pemberi kerja
adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum atau badan lainnya yang
memperkerjakan tenaga kerja atau penyelenggara negara yang memperkerjakan
pegawai negeri dengan membayar gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lainnya.
Anggota yang dimaksud meliputi: (Depkes RI, 2014)
a. Satu
orang istri atau suami yang sah dari peserta
b. Anak
kandung, anak tiri dan/atau anak angkat yang sah dari peserta, dengan kriteria:
1) Tidak
atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai penghasilan sndiri
2) Belum
berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau belum berusia 25 (dua puluh lima) tahun
yang masih melanjutkan pendidikan formal
Jumlah peserta dan anggota keluarga yang ditanggung
oleh jaminan kesehatan paling banyak 5 (lima) orang. Pesarta memiliki jumlah
anggota keluarga dari 5 (lima) orang termasuk peserta, dapat mengikutsertakan
anggot keluarga yang lain dengan membayar iuran tambahan
2.1.4 Iuran
dan Kewajiban Peserta Badan Penyelengara
Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan
Iuran adalah sejumlah uang yang harus dibayarkan
secara teratur oleh peserta, pemberi kerja dan/atau pemerintah untuk program
jaminan kesehatan. Adapun uang yang harus dibsyarkan sejumlah Rp 22.200,-/bulan
bagi peserta yang menghendakipelayanan diruang kelas III, Rp 40.000,- untuk
kelas II dan Rp 50.000,- untuk kelas I. Iuran tersebut harus dibayarkan setiap bulan
paling lambat tanggal 10, jika tanggal 10 tersebut hari libur, maka pembayaran
dapat dilakukan pada hari berikutnya. Keterlambatan pembayaran dikanakan sanksi
sebesar 2% dari jumlah total iuran yang tertunggak. (Depkes RI, 2014).
Manfaat menjadi peserta BPJS Kesehatan adalah setiap
peserta berhak memperoleh manfaat jaminan kesehatan yang bersifat pelayanan
kesehatan perorangan yang mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitative termasuk pelayanan obat dan bahan medis habis pakai sesuain
dengan kebutuhan medis yang diperlukan. Manfaat jaminan kesehatan sebagaimana
dimaksud terdiri dari mamfaat medis dan manfaat non medis. Mafaat medis tidak
terikat dengan besaran iuran yang dibayarkan. Manfaat non medis meliputi
manfaat akomodasi dan ambulans. Untuk mendapatkan mafaat non medis jenis
akomodasi, tergantung dengan besarnya iuran sedangkan ambulans hanya diberikan
untuk pasien rujukan dari fasilitas kesehatan dengan kondisi tertentu yang
ditetapkan oleh BPJS Kesehatan. Dalam mendapatkan fasilitas-fasilitas yang
sesuai dengan ketentuan, peserta tidak dikenakan biaya tambahan atau biaya
lainnya. (Depkes RI, 2014).
Banyak manfaat pelayanan yang didapatkan menjadi
peserta, seperti manfaat promotif dan preventif yang meliputi:
a. Penyeluhan
kesehatan, yaitu penyeluhan mengenai pengolahan factor resiko penyakit dan
perilaku hidup bersih dan sehat.
b. Imunisasi
dasar, yaitu Baccile Calmett Guerin (BCG), Difteri Pertusis Tetanus dan
Hepatitis –B (DPT-HB), Polio, dan Campak.
c. Keluarga
berencana dan skrining kesehatan, meliputi konseling, kontrasepsi dasar,
vasektomi dan tubektomi bekerja sama dengan lembaga yang membidangi keluarga
berencana.
2.1.5 Jenis Pelayanan dan Fasilitas
Kesehatan
Pelayanan kesehatan yang dijamin meliputi: (Depkes RI, 2014).
a. Pelayanan
kesehatan tingkat pertama, yaitu pelayanan kesehatan non spesialistik mencakup:
1) Administrasi
pelayanan
2) Pelayanan
promotif dan preventif
3) Pemeriksaan,
pengobatan, dan konsultasi medis
4) Tindakan
medis non spesialisstik, baik operatif maupun non operatif
5) Pelayanan
obat dan bahan medis habis pakai
6) Tranfusi
darah sesuai sesuai dengan kebutuhan medis
7) Pemeriksaan
penunjang diagnostic laboratorium tingkat pertama dan
8) Rawat
inap tingkat pertama sesuai dengan indikasi.
b. Pelayanan
kesehatan rujukan tingkat lanjutan, yaitu pelayanan kesahatan mencakup
1) Rawat
jalanyang meliputi:
a) Administrasi
pelayanan
b) Pemeriksaan,
pengobatan dan konsultasi spesialitik oleh dokter spesialis dan sub-spesialis
c) Tindakan
medis spesialistik sesuai dengan indikasi medis
d) Pelayanan
obat dan bahan medis habis pakai
e) Pelayanan
alat kesehatan implant
f) Pelayanan
penunjang diagnostic lanjutan sesuai dengan indikasi medis
g) Rehabilitas
medis
h) Pelayanan
darah
i)
Pelayanan kedokteran forensic
j)
Pelayanan jenazah di fasilitas kesehatan
2) Rawat
inap yang meliputi:
a) Perawatan
inap non intensif
b) Perawatan
inap di ruang intensif
c) Pelayanan
kesehatan lain ditetapkan oleh Menteri
Kelas perawatan yang ditanggung ketika harus rawat inap meliputi
a. Di
ruang perawatan kelas III bagi:
1) Peserta
PBI Jaminan Kesehatan
2) Peserta
Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja dengan iuran untuk
Manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas III.
b. Di
ruang Perawatan kelas II bagi:
1) Pegawai
Negeri Sipil dan penerima pensiunan Pegawai Negeri Sipil golongan ruang I dan
golongan ruang II beserta anggota keluarganya
2) Anggota
TNI dan penerima pensiun Anggota TNI yang setara Pegawai Negeri Sipil golongan
ruang I dan golongan ruang II beserta anggota keluarganya
3) Anggota
POLRI dan penerima pensiun Anggota POLRI yang setara Pegawai Negeri Sipil
golongan ruang I dan golongan ruang II beserta anggota keluarganya
4) Pegawai
Pemerintah Non Pegawai Negeri yang setara Pegawai Negeri Sipil golongan ruang I
dan golongan ruang II beserta anggota keluarganya
5) Peserta
Pekerja Penerima Upah sampai bulanan dengan 2 (dua) kali penghasilan tidak kena
pajak dengan status kawin dengan 1 (satu) anak, beserta anggota keluarganya
6) Peserta
Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja dengan iuran untuk
Manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas II
c. Di
ruang perawatan kelas I bagi:
1) Pejabat
Negara dan anggota keluarganya
2) Pegawai
Negeri Sipil dan penerima pensiunan Pegawai Negeri Sipil golongan III dan
golongan IV beserta anggota keluarganya
3) Anggota
TNI dan penerima pensiun Anggota TNI yang setara Pegawai yang setara Negeri
Sipil golonga III dan golongan IV beserta anggota keluarganya
4) Anggota
POLRI dan penerima pensiun Anggota POLRI yang setara Pegawai Negeri Sipil
golongan III dan golongan IV beserta anggota keluarganya
5) Pegawai
Pemerintah Non Pegawai Negeri yang setara Pegawai Negeri Sipil golongan III dan
golongan IV beserta anggota keluarganya
6) Veteran
dan perintis kemerdekaan beserta anggota keluarganya
7) Peserta
pekerja penerima upah bulanan lebih dari 2 (dua) kali PTKP dengan status kawin
dengan 2 (dua) anak dan anggota keluarganya
8) Peserta
Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja dengan iuran untuk
Manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas I
Untuk pelayanan yang tidak dijamin diantaranya:
a. Pelayanan
kesehatan yang dilakukan tanpa melalui prosedur sebagaimana diatur dalam
peraturan yang berlaku
b. Pelayanan
kesehatan yang dilakukan di fasilitas kesehatan yang tidak bekerjasama dengan
BPJS Kesehatan, kecuali untuk khusus gawat darurat
c. Pelayanan
kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan kecelakaan kerja terhadap
penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja atau hubungan kerja
d. Pelayanan
kesehatan yang dilakukan di luar negeri
e. Pelayanan
kesehatan untuk tujuan kosmetik dan/ atau estetik
f. Pelayanan
untuk mengatasi infertilitas (Memperoleh Keturunan)
g. Pelayanan
meratakan gigi(ortodonsi)
h. Gangguan
kesehatan/penyakit akibat ketergantungan obat dan/atau alcohol
i.
Gangguan kesehatan akibat sengaja menyakiti diri
sendiri, atau akibat melakukan hobi yang membahayakan diri sendiri
j.
Pengobatan komplementer, alternative dan
tradisional, termasuk akupuntur,, shin she, chiropractic, yang belum dinyatakan
efektif berdasarkan penilaian teknologi kesehatan (health technology assessment/HTA)
k. Pengobatan
dan tindakan medis yang dikatagorikan sebagai percobaan (eksperimen)
l.
Alat kontrasepsi, kosmetik, makanan bayi, susu
m. Perbekalan
kesehatan rumah tangga
n. Pelayanan
kesehatan yang sudah dijamin dalam program kecelakaan lalu lintas sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan
o. Pelayanan
kesehatan akibat bencana, kejadian luar biasa/wabah
p. Biaya
pelayanan lainnya yang tidak ada hubungan dengan manfaat jaminan kesehatan yang
diberikan.
Untuk kecalakan lalu lintas, BPJS Kesehatn membayar
selisih biaya pengobatan akibat kecelakaan lalu lintas yang tekah dibayarkan
olehprogram jaminan kecelakan lalu lintas sesuai dengan tarif yang diberlakukan
BPJS Kesehatan. Selain itu peserta jaminan kesehatan dapat mengikuti program
asuransi kesehatan tambahan lainnya dimana BPJS Kesehatan dan penyelenggara
program asuransi kesehatan tambahan dapat melakukan koordinasi dalam memberikan
manfaat untuk Peserta Jaminan Kesehatan yang memiliki hak atas perlindungan
program asuransi kesehatan tambahan. Selanjutnya, apa yang dimaksud dengan
fasilitas kesehatan adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang digunakan untuk
menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan perorangan, baik promotif, prventif,
kuratif, maupun rehabilitative yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah
Daerah, dan/atau masyarakat. (Depkes RI, 2014).
2.2 Konsep
Puskesmas
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
128/Menkes/SK/II/2004 tentang Kebijakan Dasar Puskesmas, Pemerintah mendapatkan
kriteria personalia yang mengisi struktur organisasi Puskesmas disesuaikan
dengan tugas dan tanggung jawab masing-masing unit Puskesmas. Khusus untuk
Kepala Puskesmas kriteria tersebut harus seorang sarjana dibidang kesehatan
yang kurikulum pendidikannya mencakup kesehatan masyarakat. Penentuan dan penempatan
jabatan di era ootonomi daerah di beberapa wilayah kabupaten/kota lebih
diwarnai oleh “selera dan kedekatan” serta tidak lagi mempertimbangkan
kompentensi, kapasitas, kapabilitas, dan Daftar Urutan Kepangkatan. Sering
ditemukan institusi kesehatan dipimpin oleh orang yang tidak kompoten, kapabel
dan tidak mempunyai pengalamn dibidang kesehatan danmanajemen kesehatan,
sehingga kinerja pegawai dan kinerja institusi yang dipimpinnya kurang optimal.
Saat ini
dikembangkan konsep Puskesmas efektif dan responsif. Puskesmas efektif adalah
Puskesmas yang keberadaannya dirasakan manfaatnya oleh masyarakat serta member
kepuasan kepada pelanggan dan masyarakat sesuai dengan mutu pelayanan dan
profesionalisme.. Puskesmas efektif berarti Puskesmas mampu mengubah perilaku
masyarakat sejalan dengan paradigm sehat, mampu menangani semua masalah
kesehatan di wilayah kerjanya sejalan dengan kewenangan dan sesuai dengan
desentralisasi, serta mampu mempertanggung jawabkan setiap biaya yang
dikeluarkan kepada masyarakat dalam bentuk hasil kegiatan Puskesmas dan
dirasakan dampaknya oleh masyarakat dalam dalam bentuk peningkatan derajat
kesehatan masyarakat diwilayah kerjanya. Sedangkan Puskesmas responsif adalah
puskesmas yang senantiasa melindungi seluruh penduduk dari kemungkinan gangguan
kesehatan serta tanggap dan mampu menjawab berbagai masalah kesehatan di
wilayah kerjanya. Puskesmas responsif juga berarti sekecil apapun masalah yang
ada harus segera ditanggulangi dan dikoordinasi dengan sarana rujukan kesehatan
dan kedokteran, masyarakat terlindung dari berbagai bencana penyakit dan maslah
kesehatn lainnya, serta tanggap terhadap patensi yang ada di wilayah kerjanya
yang dapat membantu meningkatkan derajat kesehatan masyarakat (Azwar, 2010).
Untuk
terselenggarakan berbagai upaya kesehatan Puskesmas, perlu ditunjang dengan
tesedianya pembiayaan yang cukup. Pada saat ini ada beberapa sumber pembiayaan
Puskesmas yakni: (1) Pemerintah: sebagai dengan asas desentralisasi, sumber
pembiayaan yang berasal dari pemerintah terutama adalah pemerintah
kabupaten/kota. Disamping itu Puskesmas masih menerima dana yang berasal
pemerintah provinsi dan pemerintah pusat, (2) Pendapat Puskesmas: Sesuai dengan
kebijakan pemerintah, mwsyarakat dikenakan kewajiban membiayai upaya kesehatan perorangan
yang dimanfaatkannya, yang beserannya ditentukan oleh peraturan daerah
masing-masing (retribusi). Pada saat ini ada beberapa kebijakan yang terkait
dengan pemanfaatan dana yang diperoleh dari detribusi Puskesmas yakni: (a)
Seluruhnya disetor ke Kas Daerah, (b) Sebagian dimanfaatkan secara langsung
oleh Puskesmas, dengan kebesaran berkisar anatara 25 – 50 % dari dana retribusi
yang diterima, dan (c) Seluruhnya dimanfaatkan secara langsung oleh Puskesmas,
serta (3) Sumber lain: Seperti dari PT Askes dan PT Jamsostek sebagai imbalan
jasa pelayanan dan JPSBK/PKPSBBM Jamsostekuntuk membantu masyarakat miskin yang
disalurkan secara langsung ke Puskesmas yang pengelolaannya mengacu pada
pedoman yang berlaku.
2.3 Konsep Perawat
Perawat dan
Neurse berasal dari bahasa latin yaitu dari kata Nutrik yang bearti merawat
atau memelihara. Perawat adalah profesi yang difokuskan pada perawatan
individu, keluarga, dan masyarakat sehingga mereka dapat mencapai,
mempertahankan, atau memulihkan kesehatan optimal dan kualitas hidup dari lahir
sampai mati (Alimul, 2004).
Sebagai pemberi
perawatan, perawat membantu klien mendapatkan kembali kesehatannya melalui
proses penyumbuhan yang lebih dari sekedar sembuh dari penyakittertentu namun
berfokus pada kebutuhan kesehatan klien secara holistik, meliputi upaya
mengembalikan kesehatan emosi, spiritual, dan sosial. Sebelum mengambil
tindakan keperawan, baik dalam pengkajian kondisi klien, pemberian perawatan,
dan mengevaluasi hasil, perawat menyusun rencana tindakan dengan menetabkan
pendekatan terbaik bagi tiap klien. Penetapan ini dilakukan sendiri oleh
perawat atau dapat berkolaborasi dengan keluarga klien dan dalam keadaan seperti
ini perawat juga dapat bekerja sama dan berkonsultasi dengan tenaga kesehatan
professional yang lain (Keeling dan Ramos, 2005).
Perawat juga
berperan sebagai advokat atau pelindung klien, yaitu membantu untuk
mempertahankan lingkungan yang aman bagi klien dan mengambil untuk mencegah
terjadinya kecalakaan dan melindungi klien dari efek yang tidak diinginkan yang
berasal dari pengobatan atau tindakan diagnostic tertentu. Peran inilah yang
belum tampak di kebanyakan institusi kesehatan di Indonesia, perawat masih sebatas
menerima delegasi dari profesi kesehatan yang lain tanpa mempertimbangkan
akibat dari tindakan yang akan dilakukannya apakah aman atau tidak bagi
kesehatan lain. Manajer kasus juga merupakan salah satu peran yang dapat dilakoni
perawat, di sini perawat bertugas untuk mengatur jadwal tindakan yang akan dilakukan terhadap klien oleh
berbagai profesi kesehatan yand ada di suatu rumah sakit untuk meminimalisasi
tindakan penyembuhan yang saling tumpang tindih dan memaksimalkan fungsi
teurapuetik dari semua tindakan yang akan dilaksanakan terhadap klien.
2.4 Konsep pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari “tahu” dan ini
terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia. Pengetahuan atau kognitif
merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang
berurutan, nyakni :
1.
Awareness (kesadaran),
dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap
stimulus (objek)
2.
Interest (merasa
tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut.
3.
Evalution (manimbang-nimbang)
terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya
4.
Trial, dimana
subjek mencoba melakukan suatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus
5.
Adotion, dimana
subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan
sikapnya terhadap stimulus.
Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan yang dicakup
dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yakni:
1. Tahu
(know)
Tahu
diartikan sebagai mengingat sesuatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk
kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali terhadap sesuatu yang
spesifik dari seluruh bahan yanhg dipelajari atau rangsangan yang telah
diterima.
2. Memahami
(comorehension)
Memahami
diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang
diketahui, dan dapat menginterpretasi materi tersebut dengan benar. Orang yang
tela paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan
contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.
3. Aplikasi
(aaplication)
Aplikasi
diartikan sebagai kemampuan untuk mengunakan materi yang telah dipejari pada
kondisi atau keadaan yang rill
(sebenernya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai penggunaan hukum, rumus,
metode, prisip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
4. Analisis
(analysis)
Analisis
adalah suatu kemampuan untuk menguraikan atau menganalisis suatu material atau
suatu objek kedalam komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur, dan masih
ada kaitannya satu sama lain.
5. Sintesis
(synthesis)
Sintesis
menunjuk kepada suatu kemampuan untuk melakukan atau menghubungkan
bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain
sitesis ini suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari
formulasi-formulasi yang ada.
6. Evaluasi
(Evaluation)
Evaluasi
berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap
suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasrkan suatu kriteria yang
ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria- kriteria yang telah ada.
Pengukuran
pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan
tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden.
Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan
(Notoatmodjo, 2003).
Pengukuran
pengetahuan dibagi menjadi 3 (tiga) katagori sebagai berikut: (Arikunto, 2006)
a.
Baik :
Jika jawaban benar 76-100 %
b.
Cukup :
Jika jawaban benar 56-75 %
c.
Kurang :
Jika jawaban benar ≤ 55 %
Untuk
kepentingan analisis maka pengukuran Pengetahuhan dibagi menjadi 2 (dua)
katagori sebagai berikut: (Tawi, 2013)
a.
Cukup :
Jika jawaban benar ≥ mean
b.
Kurang :
Jika jawaban benar < mean
2.5 Faktor yang mempengaruhi pengetahuan
Menurut Nursalam (2006) penetahuan perawat dipengaruhi oleh pendidikan
berkelanjutan, pelatihan, kursus, dan seminar. Sedangkan menurut Notoatmodjo
(2003) pengetahuan dipengaruhi oleh pendidikan, pengalaman, umur dan informasi.
Menurut Azwar (2003) pengetahuan dipengaruhi oleh pedidikan, pelatihan,
informasi dan masa kerja.
2.5.1 Pedidikan
Pendidikan secara umum adalah segala upaya
yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain, baik individu, kelompok, atau
masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan
(Notoatmodjo,
2003).
Pendidikan tinggi keperawatan menimbulkan
perubahan yang berarti terhadap cara perawat memandang asuhan keperawatan
beralih dari yang semula berorientasi pada tugas menjadi berorientasi pada
tujuan yang berfokus pada asuhan keperawatan efektif dengan mengunakan
pendekatan holistic dan proses keperawatan (Nursalam, 2002).
Menurut Grossmann (2009), pendidikan
merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang diperlukan untuk pengembangan
diri. Semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin mudah mereka menerima serta
mengembangkan pengetahuan dan teknologi, sehingga akan meningkatkan
produktivitas yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan keluarga. Agar
perawat termotivasi untuk meningkatkan kinerjanya, sebaiknya perusahaan
menggunakan keterampilan sebagai dasar perhitungan kompensasi. Kepada perawat
juga perlu dijelaskan juga bahwa kompensasi yang diberikan, dihitung
berdasarkan keterampilan dan kemampuannya menyelesaikan tugas yang dibebankan
kepada perawat. Misalnya: perawat yang mampu dengan terampil menangani
pasien dehidrasi,dinilai lebih dari
perawat yang mampu memberikan imunisasi.
Salah satu variable yang mempengaruhi
perilaku dan keyakinan tentang kesehatan adalah tingat pendidikan. Variable ini
mempengaruhi pola pikir seseorang , selain itu kemampuan kognitif membentuk
cara berfikir seseorang, meliputi kemampuan untuk mengerti factor-faktor yang
berpengaruh dalam kondisi sakit dan untuk menerapkan pengetahuan tentang sehat
dan sakit dalam praktek kesehatan personal. Melalui pendidikan seseorang dapat
meningkatkan kamatangan intelektual sehingga dapat dapat membuat keputusan yang
lebih baik dalam bertindak. Tingkat pendidikan dipercaya mempengaruhi perilaku
seseorang (Notoadmodjo, 2003).
Tingkat pendidikan dibagi 2 (dua) katagori:
(Nursalam, 2008) tinggi jika responden tamat D-III keperawatan/S-I keperawatan
dan S2 keperawatan. Rendah jika responden tamat SPK
2.5.2 Masa
Kerja
Masa kerja merupakan, masa yang di
jalankan seorang dalam melakukan pekerjaan, dihitung mulai pertama memulai
pekerjan. Masa kerja dapat meningkatkan pengalaman dan pengetahuan tentang
pekerjaan yang dilakukan, sehingga dapat mencari solusi terhadap suatu masalah
berdasarkan pengalaman pada tugas terdahulu (Rahmat, 2005).
Pengalaman akan mempengaruhi
peningkatan pengetahuan seseorang karena semakin banyak seseorang mendengar,
melihat dan melakukan tindakan tertentu, maka semakin bertambah pengetahuannya
tentang subjek tersebut. Pengalaman adalah guru terbaik dalam kehidupan
seseorang. Pengalaman negatif seseorang terhadap subjek tertentu akan
mengajarkan dirnya untuk memperbaiki kesalahan yang sama dimasa yang akan
datang atau paling tidak akan meningkatkan pengetahuannya tehadap resiko
tertentu. Sebaliknya pengalaman positif seseorang akan meningkatkan kemampuan
dalam subjek tertentu. Menyatakan bahwa pengalaman yang diperoleh seseorang
dapat mempengaruhi kemampuannya (Taufik, 2001).
WHO (2003) menyatakan
bahwa pengetahuan seseorang diturunkan atau diperoleh dari pengalaman sendiri
maupun yang diperoleh dari orang lain (Notoadmodjo, 2003).
Dimana pengalaman adalah sesuatu
yang pernah dijalani, dirasa dan ditanggung oleh seseorang. Lama bekerja
merupakan pengalaman individu yang akan menentukan pertumbuhan dalam pekerjaan
(Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2003)
Pengukuran menurut Husaini, (2007)
Masa kerja dibagi 2 (dua) katagori: Lama bekerja ≥ 5 tahun: telah menjadi
Tenaga perawat lebih dari 5 tahun dihitung dari mulai bekerja smpai saat
penelitian dilakukan. Belum Lama bekerja < 5 tahun: telah menjadi Tenaga perawat
kurang dari 5 tahun dihitung dari mulai bekerja smpai saat penelitian
dilakukan.
2.5.3 Informasi
Informasi adalah,
keterangan pemberitahuan kabar atau berita tantang suatu media dan alat
(sarana) komunikasi seperti Koran, majalah, radio, televise, poster dan
spanduk. Media komunikasi adalah media yang digunakan pembaca untuk mendapatkan
informasi sesuatu atau hal tentang pengetahuan. Berkaitan dengan penyediyaan
informasi bagi managemen dalam pengambilan keputusan, informasi yang diperoleh
harus berkualitas (Tugiman, 2003)
kualitas informasi tergantung tiga hal yaitu :
a. Akurat,
bebas dari kesalahan, tidak bias atau menyesatkan.
b. Tepat
waktu, informasi yang disampaikan tidak terlambat.
c. Relevan, informasi mempunyai manfaat
bagi pemakaiannya.
Sumber informasi
adalah individu ataupun kelompok yang memiliki kemampuan dan keterampilan dalam
komunikasi. Sumber disebutkan sebagai komunikator, yang memiliki syarat sebagai
berikut:
a. Mempunyai
sifat yang positif untuk terjadinya komunikasi.
b. Pengetahuan
tentang pesan yang akan disampaikan cukup memadai.
c. Latar
sosial budaya, pendidikan cukup mendukung untuk terjadinya proses komunikasi
(Efendi, 2003).
Informasi yang
baik dan berasal dari berbagai sumber akan meningkatkan pengetahuan seseorang,
informasi yang diterima merupakan suatu dasar dari meningkatnya pengetahuan
seseorang, semakin banyak informasi yang didapatkan maka semakin tinggi pula
tingkat pengetahuannya (Sarwono, 2005).
Menurut Notoadmodjo (2003)
sumber informasi adalah orang atau sumber yang menyampaikan atau mengeluarkan
stimulus antara lain dalam bentuk, informasi atau lebih tepatnya disebut pesan
(Massege) yang harus disampaikan kepada pihak atau orang lain, dan
diharapkankan orang atau pihak lain tersebut memberikan respon atau jawaban.
Apabila orang lain atau pihak lain tersebut tidak memberikan respon atau
jawaban, berarti tidak terjadi komunikasi antara kedua variabel tersebut.
Menurut Dachlia (2000) variabel keterpaparan
informasi diperoleh dengan membuat indeks komposit, yaitu dengan menjumlahkan
nilai (skor) sejumlah pertanyaan yabg berkaitan dengan sumber informasi.
Pertanyaan terdiri atas 5 kelompok yang bergradasi, mulai dari kegiatan
diskusi/mengobrol diberi bobot lebih besar karena untuk dapat berdiskusi
orang harus mempunyai minat dan ketertarikan. Oleh karenanya diberikan secara
bergradasi, tingkat keterpaparan umum mempunyai bobot kecil dari tingkat yang
lebih tinggi. Adapun pengelompokan
tingkat keterpaparan secara bergradasi tersebut adalah sebagai berikut:
Pertanyaan
|
Bobot
|
Terpapar melalui televisi
|
1
|
Terpapar melalui radio
|
2
|
Terpapar melalui Koran/Majalah
|
3
|
Terpapar melalui media lain, seperti poster, brosur, billboard,dll
|
4
|
Terpapar melalui Diskusi
|
5
|
Dengan kriteria:
a. Cukup,
jika responden memiliki sumber informasi ≥ mean
b. Kurang,
jika responden memiliki sumber informasi < mean (Dahlia, 2001)
2.6 Kerangka Teoritis
Kerangka
teoritis dalam penelitian ini mengacu pada kerangka teori menurut Nursalam
(2006), Notoatmodjo (2003) dan Awar
(2003):
No comments:
Post a Comment