Thursday 1 September 2016

Konsep BPJS

­BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Badan Penyelengara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan
2.1.1 Dasar Hukum Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan
BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) adalah Badan Usaha Milik Negara yang ditugaskan khusus oleh  pemerintah untuk menyelenggarakan jaminan pemeliharan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia, terutama untuk Pegawai Negeri Sipil, Penerima Pensiun PNS dan TNI/POLRI, Veteran, Perintis Kemerdekaan berserta keluarga dan Badan Usaha lainnya ataupun rakyat biasa. (Depkes RI, 2014).
BPJS Kesehatan sebelumnya bernama Askes (Asuransi Kesehatan), yang dikelola oleh PT Askes Indonesia (Persero), namun sesuai UU No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS, PT  Askes Indonesia berubah menjadi BPJS Kesehatan sejak tanggal 1 Januari 2014. Dasar Hukum Terbentuknya BPJS Kesehatan. (depkes RI, 2014).
a.    UUD 1945 No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
b.   UUD 1945 No 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
c.    Undang-Undang No 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
d.   Undang-Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
e.    Undang-Undang No 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
f.    Undang-Undang No 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.
g.   Undang-Undang No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
h.   Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
i.     Undang-Undang No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Pemerintah Daerah
j.     Undang-Undang No 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
k.   Undang-Undang No 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Kewenangan Pusat dan Daerah

2.1.2 Pengertian Badan Penyelengara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan
BPJS Kesehatan adalah Badan Penyelengara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan adalah badan hokum untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan. BPJS Kesehatan mulai opersional pada tanggal 1 januari 2014. Jaminan Kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam mememnuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayr oleh pemerintah. Semua penduduk Indonesia wajib menjadi peserta jaminan kesehatan yang dikelola oleh BPJS termasuk orang asing yang telah bekerja paling singkat enam bulan di Indonesia dan telah membayar iuran (Depkes RI, 2014).

2.1.3 Kepersertaan  Badan Penyelengara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan
Peserta BPJS Kesehatan dapat diikelompokkan menjadi dua, pertama Penerima Bantuan Iuran (PBI) jaminan kesehatan dan Bukan PBI jaminan kesehatan. Dan yang dimaksud dengan PBI adalah peserta jaminan Kesehatan bagi fakir miskin dan orang tidak mampu sebagaimana diamanatkan UU SJSN yang iurannya dibayari pemerintah sebagai peserta program jaminan kesehatan, dalam artian peserta PBI adalah fakir miskin yang ditetapkan oleh pemerintah dan diatur melalui peraturan pemerintah. Jadi yang berhak menjadi peserta PBI jaminan kesehatan adalah yang mengalami cacat total tetap dan tidak mampu. Untuk bukan peserta PBI jaminan kesehatan terdiri dari pekerja penerima upah dan anggota keluarganya, pekerja bukan penerima upah dan keluarganya serta bukan pekerja dan anggota keluarganya.
Ada 2 kelompok peserta BPJS Kesehatan (Depkes RI, 2014)
Peserta BPJS Kesehatan ada 2 kelompok, yaitu :
a.       PBI Jaminan Kesehatan
b.      Bukan PBI Jaminan Kesehatan
PBI (Penerima Bantuan Iuran) adalah peserta Jaminan Kesehatan bagi fakir miskin dan orang tidak mampu sebagaimana diamanatkan UU SJSN yang iurannya dibayari pemerintah sebagai peserta program Jaminan Kesehatan. Peserta PBI adalah fakir miskin yang ditetapkan oleh pemerintah dan diatur melalui peraturan pemerintah.
Yang berhak menjadi peserta PBI Jaminan Kesehatan lainnya adalah yang mengalami cacat total tetap dan tidak mampu, peserta bukan PBI Jaminan Kesehatan adalah: (Depkes RI, 2014)
a.       Pekerja penerima upah dan anggota keluarganya
b.      Pekerja bukan penerima upah dan anggota keluarganya
c.       Bukan pekerja dan anggota keluarganya
Pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lain. Pekerja penerima upah adalah setiap orang yang bekerja pada pemberi keja dengan menerima gaji atau upah
Pekerja penerima upah terdiri dari: (Depkes RI, 2014).
a.       Pegawai negeri sipil
b.      Anggota TNI
c.       Anggota POLRI
d.      Pejabat Negara
e.       Pegawai pemerintah non pegawai negeri
f.       Pegawai swasta dan
g.      Pekerja lain yang memenuhi kriteria pekerja penerima upah.
Pekerja bukan penerima upah adalah setiap orang yang bekerja atau berusaha atas resiko sendiri. (Depkkes RI, 2014).
Pekerja bukan penerima upah terdiri dari atas:
a.       Pekerja diluar hubungan kerja atau bekerja mandiri.
b.      Pekerja lain yang memenuhi Kriteria pekerja bukan penerima upah.
Bukan pekerja adalah setiap orang yang tidak bekerja tapi mampu membayar iuran Jaminan Kesehatan
Yang termasuk kelompok bukan pekerja terdiri atas: (Depkes RI, 2014).
a.       Investor;
b.      Pemberi kerja;
c.       Penerima pensiun;
d.      Veteran;
e.       Perintis kemerdekaan;
f.       Bukan bekerja lain yang memenuhi kriteria bukan pekerja penerima upah
Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri Sipil adalah Pegawai Tidak Tetap, Pegawai Honorer, Staf Khusus, dan Staf Ahli. Pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum atau badan lainnya yang memperkerjakan tenaga kerja atau penyelenggara negara yang memperkerjakan pegawai negeri dengan membayar gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lainnya.
Anggota yang dimaksud meliputi: (Depkes RI, 2014)
a.       Satu orang istri atau suami yang sah dari peserta
b.      Anak kandung, anak tiri dan/atau anak angkat yang sah dari peserta, dengan kriteria:
1)      Tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai penghasilan sndiri
2)      Belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau belum berusia 25 (dua puluh lima) tahun yang masih melanjutkan pendidikan formal
Jumlah peserta dan anggota keluarga yang ditanggung oleh jaminan kesehatan paling banyak 5 (lima) orang. Pesarta memiliki jumlah anggota keluarga dari 5 (lima) orang termasuk peserta, dapat mengikutsertakan anggot keluarga yang lain dengan membayar iuran tambahan
2.1.4 Iuran dan Kewajiban Peserta Badan Penyelengara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan
Iuran adalah sejumlah uang yang harus dibayarkan secara teratur oleh peserta, pemberi kerja dan/atau pemerintah untuk program jaminan kesehatan. Adapun uang yang harus dibsyarkan sejumlah Rp 22.200,-/bulan bagi peserta yang menghendakipelayanan diruang kelas III, Rp 40.000,- untuk kelas II dan Rp 50.000,- untuk kelas I. Iuran tersebut harus dibayarkan setiap bulan paling lambat tanggal 10, jika tanggal 10 tersebut hari libur, maka pembayaran dapat dilakukan pada hari berikutnya. Keterlambatan pembayaran dikanakan sanksi sebesar 2% dari jumlah total iuran yang tertunggak. (Depkes RI, 2014).
Manfaat menjadi peserta BPJS Kesehatan adalah setiap peserta berhak memperoleh manfaat jaminan kesehatan yang bersifat pelayanan kesehatan perorangan yang mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative termasuk pelayanan obat dan bahan medis habis pakai sesuain dengan kebutuhan medis yang diperlukan. Manfaat jaminan kesehatan sebagaimana dimaksud terdiri dari mamfaat medis dan manfaat non medis. Mafaat medis tidak terikat dengan besaran iuran yang dibayarkan. Manfaat non medis meliputi manfaat akomodasi dan ambulans. Untuk mendapatkan mafaat non medis jenis akomodasi, tergantung dengan besarnya iuran sedangkan ambulans hanya diberikan untuk pasien rujukan dari fasilitas kesehatan dengan kondisi tertentu yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan. Dalam mendapatkan fasilitas-fasilitas yang sesuai dengan ketentuan, peserta tidak dikenakan biaya tambahan atau biaya lainnya. (Depkes RI, 2014).
Banyak manfaat pelayanan yang didapatkan menjadi peserta, seperti manfaat promotif dan preventif yang meliputi:
a.       Penyeluhan kesehatan, yaitu penyeluhan mengenai pengolahan factor resiko penyakit dan perilaku hidup bersih dan sehat.
b.      Imunisasi dasar, yaitu Baccile Calmett Guerin (BCG), Difteri Pertusis Tetanus dan Hepatitis –B (DPT-HB), Polio, dan Campak.
c.       Keluarga berencana dan skrining kesehatan, meliputi konseling, kontrasepsi dasar, vasektomi dan tubektomi bekerja sama dengan lembaga yang membidangi keluarga berencana.

2.1.5 Jenis Pelayanan dan Fasilitas Kesehatan
Pelayanan kesehatan yang dijamin meliputi: (Depkes RI, 2014).
a.       Pelayanan kesehatan tingkat pertama, yaitu pelayanan kesehatan non spesialistik mencakup:
1)      Administrasi pelayanan
2)      Pelayanan promotif dan preventif
3)      Pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis
4)      Tindakan medis non spesialisstik, baik operatif maupun non operatif
5)      Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai
6)      Tranfusi darah sesuai sesuai dengan kebutuhan medis
7)      Pemeriksaan penunjang diagnostic laboratorium tingkat pertama dan
8)      Rawat inap tingkat pertama sesuai dengan indikasi.
b.      Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan, yaitu pelayanan kesahatan mencakup
1)      Rawat jalanyang meliputi:
a)      Administrasi pelayanan
b)      Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi spesialitik oleh dokter spesialis dan sub-spesialis
c)      Tindakan medis spesialistik sesuai dengan indikasi medis
d)     Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai
e)      Pelayanan alat kesehatan implant
f)       Pelayanan penunjang diagnostic lanjutan sesuai dengan indikasi medis
g)      Rehabilitas medis
h)      Pelayanan darah
i)        Pelayanan kedokteran forensic
j)        Pelayanan jenazah di fasilitas kesehatan
2)      Rawat inap yang meliputi:
a)      Perawatan inap non intensif
b)      Perawatan inap di ruang intensif
c)      Pelayanan kesehatan lain ditetapkan oleh Menteri
Kelas perawatan yang ditanggung ketika harus rawat inap meliputi
a.       Di ruang perawatan kelas III bagi:
1)      Peserta PBI Jaminan Kesehatan
2)      Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja dengan iuran untuk Manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas III.
b.      Di ruang Perawatan kelas II bagi:
1)      Pegawai Negeri Sipil dan penerima pensiunan Pegawai Negeri Sipil golongan ruang I dan golongan ruang II beserta anggota keluarganya
2)      Anggota TNI dan penerima pensiun Anggota TNI yang setara Pegawai Negeri Sipil golongan ruang I dan golongan ruang II beserta anggota keluarganya
3)      Anggota POLRI dan penerima pensiun Anggota POLRI yang setara Pegawai Negeri Sipil golongan ruang I dan golongan ruang II beserta anggota keluarganya
4)      Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri yang setara Pegawai Negeri Sipil golongan ruang I dan golongan ruang II beserta anggota keluarganya
5)      Peserta Pekerja Penerima Upah sampai bulanan dengan 2 (dua) kali penghasilan tidak kena pajak dengan status kawin dengan 1 (satu) anak, beserta anggota keluarganya
6)      Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja dengan iuran untuk Manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas II
c.       Di ruang perawatan kelas I bagi:
1)      Pejabat Negara dan anggota keluarganya
2)      Pegawai Negeri Sipil dan penerima pensiunan Pegawai Negeri Sipil golongan III dan golongan IV beserta anggota keluarganya
3)      Anggota TNI dan penerima pensiun Anggota TNI yang setara Pegawai yang setara Negeri Sipil golonga III dan golongan IV beserta anggota keluarganya
4)      Anggota POLRI dan penerima pensiun Anggota POLRI yang setara Pegawai Negeri Sipil golongan III dan golongan IV beserta anggota keluarganya
5)      Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri yang setara Pegawai Negeri Sipil golongan III dan golongan IV beserta anggota keluarganya
6)      Veteran dan perintis kemerdekaan beserta anggota keluarganya
7)      Peserta pekerja penerima upah bulanan lebih dari 2 (dua) kali PTKP dengan status kawin dengan 2 (dua) anak dan anggota keluarganya
8)      Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja dengan iuran untuk Manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas I
Untuk pelayanan yang tidak dijamin diantaranya:
a.       Pelayanan kesehatan yang dilakukan tanpa melalui prosedur sebagaimana diatur dalam peraturan yang berlaku
b.      Pelayanan kesehatan yang dilakukan di fasilitas kesehatan yang tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, kecuali untuk khusus gawat darurat
c.       Pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan kecelakaan kerja terhadap penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja atau hubungan kerja
d.      Pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar negeri
e.       Pelayanan kesehatan untuk tujuan kosmetik dan/ atau estetik
f.       Pelayanan untuk mengatasi infertilitas (Memperoleh Keturunan)
g.      Pelayanan meratakan gigi(ortodonsi)
h.      Gangguan kesehatan/penyakit akibat ketergantungan obat dan/atau alcohol
i.        Gangguan kesehatan akibat sengaja menyakiti diri sendiri, atau akibat melakukan hobi yang membahayakan diri sendiri
j.        Pengobatan komplementer, alternative dan tradisional, termasuk akupuntur,, shin she, chiropractic, yang belum dinyatakan efektif berdasarkan penilaian teknologi kesehatan (health technology assessment/HTA)
k.      Pengobatan dan tindakan medis yang dikatagorikan sebagai percobaan (eksperimen)
l.        Alat kontrasepsi, kosmetik, makanan bayi, susu
m.    Perbekalan kesehatan rumah tangga
n.      Pelayanan kesehatan yang sudah dijamin dalam program kecelakaan lalu lintas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
o.      Pelayanan kesehatan akibat bencana, kejadian luar biasa/wabah
p.      Biaya pelayanan lainnya yang tidak ada hubungan dengan manfaat jaminan kesehatan yang diberikan.
Untuk kecalakan lalu lintas, BPJS Kesehatn membayar selisih biaya pengobatan akibat kecelakaan lalu lintas yang tekah dibayarkan olehprogram jaminan kecelakan lalu lintas sesuai dengan tarif yang diberlakukan BPJS Kesehatan. Selain itu peserta jaminan kesehatan dapat mengikuti program asuransi kesehatan tambahan lainnya dimana BPJS Kesehatan dan penyelenggara program asuransi kesehatan tambahan dapat melakukan koordinasi dalam memberikan manfaat untuk Peserta Jaminan Kesehatan yang memiliki hak atas perlindungan program asuransi kesehatan tambahan. Selanjutnya, apa yang dimaksud dengan fasilitas kesehatan adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan perorangan, baik promotif, prventif, kuratif, maupun rehabilitative yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat. (Depkes RI, 2014).

2.2 Konsep Puskesmas
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 128/Menkes/SK/II/2004 tentang Kebijakan Dasar Puskesmas, Pemerintah mendapatkan kriteria personalia yang mengisi struktur organisasi Puskesmas disesuaikan dengan tugas dan tanggung jawab masing-masing unit Puskesmas. Khusus untuk Kepala Puskesmas kriteria tersebut harus seorang sarjana dibidang kesehatan yang kurikulum pendidikannya mencakup kesehatan masyarakat. Penentuan dan penempatan jabatan di era ootonomi daerah di beberapa wilayah kabupaten/kota lebih diwarnai oleh “selera dan kedekatan” serta tidak lagi mempertimbangkan kompentensi, kapasitas, kapabilitas, dan Daftar Urutan Kepangkatan. Sering ditemukan institusi kesehatan dipimpin oleh orang yang tidak kompoten, kapabel dan tidak mempunyai pengalamn dibidang kesehatan danmanajemen kesehatan, sehingga kinerja pegawai dan kinerja institusi yang dipimpinnya kurang optimal.
 Saat ini dikembangkan konsep Puskesmas efektif dan responsif. Puskesmas efektif adalah Puskesmas yang keberadaannya dirasakan manfaatnya oleh masyarakat serta member kepuasan kepada pelanggan dan masyarakat sesuai dengan mutu pelayanan dan profesionalisme.. Puskesmas efektif berarti Puskesmas mampu mengubah perilaku masyarakat sejalan dengan paradigm sehat, mampu menangani semua masalah kesehatan di wilayah kerjanya sejalan dengan kewenangan dan sesuai dengan desentralisasi, serta mampu mempertanggung jawabkan setiap biaya yang dikeluarkan kepada masyarakat dalam bentuk hasil kegiatan Puskesmas dan dirasakan dampaknya oleh masyarakat dalam dalam bentuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat diwilayah kerjanya. Sedangkan Puskesmas responsif adalah puskesmas yang senantiasa melindungi seluruh penduduk dari kemungkinan gangguan kesehatan serta tanggap dan mampu menjawab berbagai masalah kesehatan di wilayah kerjanya. Puskesmas responsif juga berarti sekecil apapun masalah yang ada harus segera ditanggulangi dan dikoordinasi dengan sarana rujukan kesehatan dan kedokteran, masyarakat terlindung dari berbagai bencana penyakit dan maslah kesehatn lainnya, serta tanggap terhadap patensi yang ada di wilayah kerjanya yang dapat membantu meningkatkan derajat kesehatan masyarakat (Azwar, 2010).
Untuk terselenggarakan berbagai upaya kesehatan Puskesmas, perlu ditunjang dengan tesedianya pembiayaan yang cukup. Pada saat ini ada beberapa sumber pembiayaan Puskesmas yakni: (1) Pemerintah: sebagai dengan asas desentralisasi, sumber pembiayaan yang berasal dari pemerintah terutama adalah pemerintah kabupaten/kota. Disamping itu Puskesmas masih menerima dana yang berasal pemerintah provinsi dan pemerintah pusat, (2) Pendapat Puskesmas: Sesuai dengan kebijakan pemerintah, mwsyarakat dikenakan kewajiban membiayai upaya kesehatan perorangan yang dimanfaatkannya, yang beserannya ditentukan oleh peraturan daerah masing-masing (retribusi). Pada saat ini ada beberapa kebijakan yang terkait dengan pemanfaatan dana yang diperoleh dari detribusi Puskesmas yakni: (a) Seluruhnya disetor ke Kas Daerah, (b) Sebagian dimanfaatkan secara langsung oleh Puskesmas, dengan kebesaran berkisar anatara 25 – 50 % dari dana retribusi yang diterima, dan (c) Seluruhnya dimanfaatkan secara langsung oleh Puskesmas, serta (3) Sumber lain: Seperti dari PT Askes dan PT Jamsostek sebagai imbalan jasa pelayanan dan JPSBK/PKPSBBM Jamsostekuntuk membantu masyarakat miskin yang disalurkan secara langsung ke Puskesmas yang pengelolaannya mengacu pada pedoman yang berlaku.
2.3  Konsep Perawat
Perawat dan Neurse berasal dari bahasa latin yaitu dari kata Nutrik yang bearti merawat atau memelihara. Perawat adalah profesi yang difokuskan pada perawatan individu, keluarga, dan masyarakat sehingga mereka dapat mencapai, mempertahankan, atau memulihkan kesehatan optimal dan kualitas hidup dari lahir sampai mati (Alimul, 2004).
Sebagai pemberi perawatan, perawat membantu klien mendapatkan kembali kesehatannya melalui proses penyumbuhan yang lebih dari sekedar sembuh dari penyakittertentu namun berfokus pada kebutuhan kesehatan klien secara holistik, meliputi upaya mengembalikan kesehatan emosi, spiritual, dan sosial. Sebelum mengambil tindakan keperawan, baik dalam pengkajian kondisi klien, pemberian perawatan, dan mengevaluasi hasil, perawat menyusun rencana tindakan dengan menetabkan pendekatan terbaik bagi tiap klien. Penetapan ini dilakukan sendiri oleh perawat atau dapat berkolaborasi dengan keluarga klien dan dalam keadaan seperti ini perawat juga dapat bekerja sama dan berkonsultasi dengan tenaga kesehatan professional yang lain (Keeling dan Ramos, 2005).
Perawat juga berperan sebagai advokat atau pelindung klien, yaitu membantu untuk mempertahankan lingkungan yang aman bagi klien dan mengambil untuk mencegah terjadinya kecalakaan dan melindungi klien dari efek yang tidak diinginkan yang berasal dari pengobatan atau tindakan diagnostic tertentu. Peran inilah yang belum tampak di kebanyakan institusi kesehatan di Indonesia, perawat masih sebatas menerima delegasi dari profesi kesehatan yang lain tanpa mempertimbangkan akibat dari tindakan yang akan dilakukannya apakah aman atau tidak bagi kesehatan lain. Manajer kasus juga merupakan salah satu peran yang dapat dilakoni perawat, di sini perawat bertugas untuk mengatur jadwal  tindakan yang akan dilakukan terhadap klien oleh berbagai profesi kesehatan yand ada di suatu rumah sakit untuk meminimalisasi tindakan penyembuhan yang saling tumpang tindih dan memaksimalkan fungsi teurapuetik dari semua tindakan yang akan dilaksanakan terhadap klien.

2.4 Konsep pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang berurutan, nyakni :
1.      Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek)
2.      Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut.
3.      Evalution (manimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya
4.      Trial, dimana subjek mencoba melakukan suatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus
5.      Adotion, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yakni:
1.      Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat sesuatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yanhg dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.
2.      Memahami (comorehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasi materi tersebut dengan benar. Orang yang tela paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.
3.      Aplikasi (aaplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk mengunakan materi yang telah dipejari pada kondisi atau keadaan yang rill (sebenernya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai penggunaan hukum, rumus, metode, prisip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
4.      Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menguraikan atau menganalisis suatu material atau suatu objek kedalam komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
5.      Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk melakukan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sitesis ini suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.
6.      Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasrkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria- kriteria yang telah ada.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan (Notoatmodjo, 2003).
Pengukuran pengetahuan dibagi menjadi 3 (tiga) katagori sebagai berikut: (Arikunto, 2006)
a.       Baik           : Jika jawaban benar 76-100 %
b.      Cukup       : Jika jawaban benar 56-75 %
c.       Kurang      : Jika jawaban benar ≤ 55 %
Untuk kepentingan analisis maka pengukuran Pengetahuhan dibagi menjadi 2 (dua) katagori sebagai berikut: (Tawi, 2013)
a.       Cukup       : Jika jawaban benar ≥ mean
b.      Kurang      : Jika jawaban benar < mean

2.5 Faktor yang mempengaruhi pengetahuan
Menurut Nursalam (2006) penetahuan perawat dipengaruhi oleh pendidikan berkelanjutan, pelatihan, kursus, dan seminar. Sedangkan menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan dipengaruhi oleh pendidikan, pengalaman, umur dan informasi. Menurut Azwar (2003) pengetahuan dipengaruhi oleh pedidikan, pelatihan, informasi dan masa kerja.
2.5.1 Pedidikan
Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain, baik individu, kelompok, atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan (Notoatmodjo, 2003).
Pendidikan tinggi keperawatan menimbulkan perubahan yang berarti terhadap cara perawat memandang asuhan keperawatan beralih dari yang semula berorientasi pada tugas menjadi berorientasi pada tujuan yang berfokus pada asuhan keperawatan efektif dengan mengunakan pendekatan holistic dan proses keperawatan (Nursalam, 2002).
Menurut Grossmann (2009), pendidikan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang diperlukan untuk pengembangan diri. Semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin mudah mereka menerima serta mengembangkan pengetahuan dan teknologi, sehingga akan meningkatkan produktivitas yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan keluarga. Agar perawat termotivasi untuk meningkatkan kinerjanya, sebaiknya perusahaan menggunakan keterampilan sebagai dasar perhitungan kompensasi. Kepada perawat juga perlu dijelaskan juga bahwa kompensasi yang diberikan, dihitung berdasarkan keterampilan dan kemampuannya menyelesaikan tugas yang dibebankan kepada perawat. Misalnya: perawat yang mampu dengan terampil menangani pasien  dehidrasi,dinilai lebih dari perawat yang mampu memberikan imunisasi.
Salah satu variable yang mempengaruhi perilaku dan keyakinan tentang kesehatan adalah tingat pendidikan. Variable ini mempengaruhi pola pikir seseorang , selain itu kemampuan kognitif membentuk cara berfikir seseorang, meliputi kemampuan untuk mengerti factor-faktor yang berpengaruh dalam kondisi sakit dan untuk menerapkan pengetahuan tentang sehat dan sakit dalam praktek kesehatan personal. Melalui pendidikan seseorang dapat meningkatkan kamatangan intelektual sehingga dapat dapat membuat keputusan yang lebih baik dalam bertindak. Tingkat pendidikan dipercaya mempengaruhi perilaku seseorang (Notoadmodjo, 2003).
Tingkat pendidikan dibagi 2 (dua) katagori: (Nursalam, 2008) tinggi jika responden tamat D-III keperawatan/S-I keperawatan dan S2 keperawatan. Rendah jika responden tamat SPK
2.5.2 Masa Kerja
Masa kerja merupakan, masa yang di jalankan seorang dalam melakukan pekerjaan, dihitung mulai pertama memulai pekerjan. Masa kerja dapat meningkatkan pengalaman dan pengetahuan tentang pekerjaan yang dilakukan, sehingga dapat mencari solusi terhadap suatu masalah berdasarkan pengalaman pada tugas terdahulu (Rahmat, 2005).
Pengalaman akan mempengaruhi peningkatan pengetahuan seseorang karena semakin banyak seseorang mendengar, melihat dan melakukan tindakan tertentu, maka semakin bertambah pengetahuannya tentang subjek tersebut. Pengalaman adalah guru terbaik dalam kehidupan seseorang. Pengalaman negatif seseorang terhadap subjek tertentu akan mengajarkan dirnya untuk memperbaiki kesalahan yang sama dimasa yang akan datang atau paling tidak akan meningkatkan pengetahuannya tehadap resiko tertentu. Sebaliknya pengalaman positif seseorang akan meningkatkan kemampuan dalam subjek tertentu. Menyatakan bahwa pengalaman yang diperoleh seseorang dapat mempengaruhi kemampuannya (Taufik, 2001).
WHO (2003) menyatakan bahwa pengetahuan seseorang diturunkan atau diperoleh dari pengalaman sendiri maupun yang diperoleh dari orang lain   (Notoadmodjo, 2003).
Dimana pengalaman adalah sesuatu yang pernah dijalani, dirasa dan ditanggung oleh seseorang. Lama bekerja merupakan pengalaman individu yang akan menentukan pertumbuhan dalam pekerjaan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2003)
Pengukuran menurut Husaini, (2007) Masa kerja dibagi 2 (dua) katagori: Lama bekerja ≥ 5 tahun: telah menjadi Tenaga perawat lebih dari 5 tahun dihitung dari mulai bekerja smpai saat penelitian dilakukan. Belum Lama bekerja < 5 tahun: telah menjadi Tenaga perawat kurang dari 5 tahun dihitung dari mulai bekerja smpai saat penelitian dilakukan.
2.5.3 Informasi
Informasi adalah, keterangan pemberitahuan kabar atau berita tantang suatu media dan alat (sarana) komunikasi seperti Koran, majalah, radio, televise, poster dan spanduk. Media komunikasi adalah media yang digunakan pembaca untuk mendapatkan informasi sesuatu atau hal tentang pengetahuan. Berkaitan dengan penyediyaan informasi bagi managemen dalam pengambilan keputusan, informasi yang diperoleh harus berkualitas (Tugiman, 2003)     kualitas informasi tergantung tiga hal yaitu :
a.       Akurat, bebas dari kesalahan, tidak bias atau menyesatkan.
b.      Tepat waktu, informasi yang disampaikan tidak terlambat.
c.       Relevan, informasi mempunyai manfaat bagi pemakaiannya.
Sumber informasi adalah individu ataupun kelompok yang memiliki kemampuan dan keterampilan dalam komunikasi. Sumber disebutkan sebagai komunikator, yang memiliki syarat sebagai berikut:
a.       Mempunyai sifat yang positif untuk terjadinya komunikasi.
b.      Pengetahuan tentang pesan yang akan disampaikan cukup memadai.
c.       Latar sosial budaya, pendidikan cukup mendukung untuk terjadinya proses komunikasi (Efendi, 2003).
Informasi yang baik dan berasal dari berbagai sumber akan meningkatkan pengetahuan seseorang, informasi yang diterima merupakan suatu dasar dari meningkatnya pengetahuan seseorang, semakin banyak informasi yang didapatkan maka semakin tinggi pula tingkat pengetahuannya (Sarwono, 2005).
Menurut Notoadmodjo (2003) sumber informasi adalah orang atau sumber yang menyampaikan atau mengeluarkan stimulus antara lain dalam bentuk, informasi atau lebih tepatnya disebut pesan (Massege) yang harus disampaikan kepada pihak atau orang lain, dan diharapkankan orang atau pihak lain tersebut memberikan respon atau jawaban. Apabila orang lain atau pihak lain tersebut tidak memberikan respon atau jawaban, berarti tidak terjadi komunikasi antara kedua variabel tersebut.
Menurut Dachlia (2000) variabel keterpaparan informasi diperoleh dengan membuat indeks komposit, yaitu dengan menjumlahkan nilai (skor) sejumlah pertanyaan yabg berkaitan dengan sumber informasi. Pertanyaan terdiri atas 5 kelompok yang bergradasi, mulai dari kegiatan diskusi/mengobrol diberi bobot lebih besar karena untuk dapat berdiskusi orang harus mempunyai minat dan ketertarikan. Oleh karenanya diberikan secara bergradasi, tingkat keterpaparan umum mempunyai bobot kecil dari tingkat yang lebih tinggi. Adapun pengelompokan tingkat keterpaparan secara bergradasi tersebut adalah sebagai berikut:
Pertanyaan
Bobot
Terpapar melalui televisi
1
Terpapar melalui radio                                                 
2
Terpapar melalui Koran/Majalah
3
Terpapar melalui media lain, seperti poster, brosur, billboard,dll
4
Terpapar melalui Diskusi
5

Dengan kriteria:
a.    Cukup, jika responden memiliki sumber informasi ≥ mean
b.    Kurang, jika responden memiliki sumber informasi < mean (Dahlia, 2001)
2.6 Kerangka Teoritis
Kerangka teoritis dalam penelitian ini mengacu pada kerangka teori menurut Nursalam (2006), Notoatmodjo (2003) dan Awar (2003):


 






No comments:

Post a Comment