Saturday 3 September 2016

KONSEP LANSIA

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1    Konsep Lansia
2.1.1   Pengertian
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia. menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13 Tahun 1998 tentang kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun (Maryam, 2008).
Lanjut usia merupakan proses alamiah dan berkesinambungan yang mengalami perubahan anatomi, fisiologis, dan biokimia pada jaringan atau organ yang pada akhirnya mempengaruhi keadaan fungsi dan kemampuan badan secara keseluruhan (Fatma, 2010).
lansia (Lanjut Usia) adalah fase menurunnya kemampuan akal dan fisik, yang di mulai dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup. Sebagai mana di ketahui, ketika manusia mencapai usia dewasa, ia mempunyai kemampuan reproduksi dan melahirkan anak. Ketika kondisi hidup berubah, seseorang akan kehilangan tugas dan fungsi ini, dan memasuki selanjutnya, yaitu usia lanjut, kemudian mati. Bagi manusia yang normal, siapa orangnya, tentu telah siap menerima keadaan baru dalam setiap fase hidupnya dan mencoba menyesuaikan diri dengan kondisi lingkunganya (Admin, 2013).

2.1.2   Klasifikasi Lansia
Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) dalam Nugroho (2008) ada 4 tahap batasan umur yaitu:
a.              Usia pertengahan (middle age) (45 -59 tahun).
b.             Lanjut usia (elderly) (60 -74 tahun)
c.              Lanjut usia tua (old) (75 – 90 tahun)
d.             Lansia sangat tua (very old) (diatas 90 tahun)
Menurut Nugroho (2008) batasan umur lansia dibagi 2 kategori yaitu diantaranya:
a.              Early old age             : 60 – 70 tahun
b.             Advanced old age      : 70 tahun ke atas
Sedangkan menurut Maryam (2008) klasifikasi berikut ini adalah lima klasifikasi pada lansia yaitu:
a.         Pralansia
Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.
b.         Lansia
Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
c.         Lansia risiko tinggi
Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/ Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan.
d.        Lansia potensial
Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa.
e.         Lansia tidak potensial
Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.
2.1.3   Karakteristik Lansia
Menurut Maryam (2008), lansia memiliki karakteristik sebagai berikut :
a.         Berusia lebih dari 60 tahun.
b.         Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaptif hingga maladaptive.
c.         Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi.

2.2    Fungsi Intelektual
2.2.1        Pengertian
Fungsi intelektual merupakan suatu kumpulan kemampuan sesorang untuk meperoleh ilmu pengetahuan dan mengamalkannya dalam hubungannya dengan lingkungan dan maslah-masalah yang timbul (Intan, 2008).
Seseorang dikatakan mengalami penurunan fungsi intelektual yang lazim dikenal dengan demensia atau kepikunan, bila menunjukkan tiga atau lebih dari gejala-gejala berupa gangguan dalam, di antaranya perhatian (atensi), daya ingat (memori), orientasi tempat dan waktu, kemampuan konstruksi dan eksekusi (seperti mengambil keputusan, memecahkan masalah) tanpa adanya gangguan kesadaran. Gejala tersebut bisa disertai gangguan emosi, cemas, depresi agresivitas. Secara garis besar dapat disebutkan demensia merupakan kemunduran progresif kapasitas intelektual yang disebabkan oleh gangguan pada otak (Bila, 2012).
2.2.2        Resiko yang ditimbulkan jika seseorang mengalami penurunan intelektual
Menurut david Wechsler dalam Desmita (2008) kemunduran kemampuan mental merupakan bagian dari proses penuaan organisme sacara umum, hampir sebagian besar penelitian menunjukan bahwa setelah mencapai puncak pada usia antara 45-55 tahun, kebanyakan kemampuan seseorang secara terus menerus mengalami penurunan, hal ini juga berlaku pada seorang lansia. Dari penelitian diketahui bahwa ada fungsi otak yang sedikit saja mengalami perubahan atau tidak mengalami perubahan dengan melanjutnya usia, misalnya dalam menyimpan (storage) informasi. Namun dengan melanjutnya usia didapatkan penurunan yang kontinyu daripada kecepatan belajar, kecepatan memproses informasi baru dan kecepatan bereaksi terhadap stimulus sederhana atau kompleks (Intan, 2008).
Ketika lansia memperlihatkan kemunduran intelektualiatas yang mulai menurun, kemunduran tersebut juga cenderung mempengaruhi keterbatasan memori tertentu. Misalnya seseorang yang memasuki masa pensiun, yang tidak menghadapi tantangan-tantangan penyesuaian intelektual sehubungan dengan masalah pekerjaan, dan di mungkinkan lebih sedikit menggunakan memori atau bahkan kurang termotivasi untuk mengingat beberpa hal, jelas akan mengalami kemunduran memorinya. Kemerosotan intelektual lansia ini pada umumnya merupakan sesuatau yang tidak dapat dihindarkan, disebabkan berbagai faktor, seperti penyakit, kecemasan atau depresi (Intan, 2008).
2.2.3        Faktor-faktor yang memnyebabkan penurunan fungsi intelektual
Kemunduran kemampuan mental merupakan bagian dari proses penuaan organisme sacara umum, hampir sebagian besar penelitian menunjukan bahwa setelah mencapai puncak pada usia antara 45-55 tahun, kebanyakan kemampuan seseorang secara terus menerus mengalami penurunan, hal ini juga berlaku pada seorang lansia. Ketika lansia memperlihatkan kemunduran intelektualiatas yang mulai menurun, kemunduran tersebut juga cenderung mempengaruhi keterbatasan memori tertentu. Misalnya seseorang yang memasuki masa pensiun, yang tidak menghadapi tantangan-tantangan penyesuaian intelektual sehubungan dengan masalah pekerjaan, dan di mungkinkan lebih sedikit menggunakan memori atau bahkan kurang termotivasi untuk mengingat beberpa hal, jelas akan mengalami kemunduran memorinya. Kemerosotan intelektual lansia ini pada umumnya merupakan sesuatau yang tidak dapat dihindarkan, disebabkan berbagai faktor, seperti penyakit, kecemasan atau depresi (Intan, 2008).
Gangguan intelektual yang berlangsung progresif disebut demensia, muncul secara perlahan tetapi progresif (biasanya selang bulanan hingga tahunan). Demensia merupakan kelainan yang paling ditakuti dikalangan lansia, meskipun kelainan ini tidak tampak keberadaannya. Usia jompo sendiri bukanlah penyebab langsung demensia, tetapi demensia merupakan gangguan penyerta akibat perubahan-perubahan yang berlangsung pada system saraf pusat. Selanjutnya gangguan depresi juga merupakan factor penyebab kemunduran intelektual yang cukup sering ditemukan, namun sering kali terabaikan. Kejadian depresi ini terdapat pada 5-10% lansia dalam suatu komunitas. Timbulnya depresi disebabkan oleh adanya suasana hati yang bersifat depresi yang berlangsung sekurang-kurangnya dua minggu yang disertai keluhan-keluhan vegetative (berupa gangguan tidur, penurunan minat, perasaan bersalah, merasa tidak bertenaga, kurang konsentrasi hilangnya nafsu makan, gejala psikomotor, hingga keinginan bunuh diri) (Intan, 2008).
2.2.4        Pengukuran fungsi intelektual lansia
Pengukuran fungsi intelektual lansia di Posyandu menurut Intan (2008) dapat diukur dengan cara baik apabila lansia selalu datang ke posyandu setiap bulannya, dan kurang apabila lansia jarang datang ke posyandu, sehingga pengukuran posyandu dapat di ukur dengan :
a.         Baik                  : Jika x ≥ x
b.         Kurang                          : Jika x < x

2.3    Posyandu Lansia
2.3.1   Pengertian
Posyandu adalah forum yang menjembatani ahli teknologi dan ahli kelola untuk upaya-upaya kesehatan yang profesional kepada masyarakat sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat agar dapat hidup sehat. Posyandu juga dapat diartikan sebagai wahana pemberdayaan masyarakat dikelola oleh, dari, untuk dan bersama masyarakat dengan bimbingan dari petugas puskesmas, lintas sektor dan lembaga terkait lainnya (Fatma, 2010).
Pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan adalah proses pemberian informasi kepada individu, keluarga atau kelompok (klien) secara terus menerus dan berkesinambungan mengikuti perkembangan klien, serta proses membantu klien, agar klien tersebut berubah dari tidak tahu menjadi tahu atau sadar (aspek pengetahuan atau knowledge), dari tahu menjadi mau (aspek sikap atau attitude), dan dari mau menjadi mampu melaksanakan perilaku yang diperkenalkan (aspek tindakan atau practice) (Kemenkes RI, 2011).
Menurut Erfandi (2008) posyandu lansia adalah pos pelayanan terpadu untuk masyarakat usia lanjut di suatu wilayah tertentu yang sudah disepakati, yang digerakkan oleh masyarakat dimana mereka bisa mendapatkan pelayanan kesehatan Posyandu lansia merupakan pengembangan dari kebijakan pemerintah melalui pelayanan kesehatan bagi lansia yang penyelenggaraannya melalui program Puskesmas dengan melibatkan peran serta para lansia, keluarga, tokoh masyarakat dan organisasi sosial dalam penyelenggaraannya.
Sedangkan Komnas Lansia (2010) menjelaskan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) Lanjut Usia adalah suatu wadah pelayanan kepada lanjut usia di masyarakat, yang proses pembentukan dan pelaksanaannya dilakukan oleh masyarakat bersama lembaga swadaya masyarakat (LSM), lintas sektor pemerintah dan non-pemerintah, swasta, organisasi sosial dan lain-lain, dengan menitik beratkan pelayanan kesehatan pada upaya promotif dan preventif. Disamping pelayanan kesehatan, di posyandu lanjut usia juga dapat diberikan pelayanan sosial, agama, pendidikan, ketrampilan, olah raga dan seni budaya serta pelayanan lain yang dibutuhkan para lanjut usia dalam rangka meningkatkan kualitas hidup melalui peningkatan kesehatan dan kesejahteraan mereka. Selain itu mereka dapat beraktifitas dan mengembangkan potensi diri.
2.3.2   Tujuan
Menurut Pertiwi (2010) posyandu lansia bertujuan meningkatkan derajat kesehatan dan mutu kehidupan untuk mencapai masa tua yang bahagia dan berguna dalam keluarga dan masyarakat sesuai dengan eksistensinya dalam strata kemasyarakatan. Bagi lansia sendiri, kesadaran akan pentingnya bagi dirinya, keluarga dan masyarakat luas agar selama mungkin tetap mandiri dan berdaya guna. Secara garis besar, layanan posyandu lansia bertujuan untuk:
a.         Meningkatkan jangkauan pelayanan kesehatan lansia di masyarakat, sehingga terbentuk pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan lansia.
b.         Mendekatkan pelayanan dan meningkatkan peran serta masyarakat dan swasta dalam pelayanan kesehatan disamping meningkatkan komunikasi antara masyarakat usia lanjut.


2.3.3   Mekanisme pelayanan posyandu
Berbeda dengan posyandu balita yang terdapat sistem 5 meja, pelayanan yang diselenggarakan dalam posyandu lansia tergantung pada mekanisme dan kebijakan pelayanan kesehatan di suatu wilayah kabupaten maupun kota penyelenggara. Ada yang menyelenggarakan posyandu lansia sistem 5 meja seperti posyandu balita, ada juga hanya menggunakan sistem pelayanan 3 meja, dengan kegiatan sebagai berikut (Erfandi, 2008):
a.         Meja I : pendaftaran lansia, pengukuran dan penimbangan berat badan dan atau tinggi badan
b.         Meja II : Melakukan pencatatan berat badan, tinggi badan, indeks massa tubuh (IMT). Pelayanan kesehatan seperti pengobatan sederhana dan rujukan kasus juga dilakukan di meja II ini.
c.         Meja III : melakukan kegiatan penyuluhan atau konseling, disini juga bisa dilakukan pelayanan pojok gizi.
2.3.4   Bentuk pelayanan posyandu lansia
Pelayanan yang dilakukan di posyandu merupakan pelayanan ujung tombak dalam penerapan kebijakan pemerintah untuk pencapaian lanjut usia sehat, mandiri dan berdaya guna. Oleh karena itu arah dari kegiatan posyandu tidak boleh lepas dari konsep active ageing/menua secara aktif. Active Ageing adalah proses optimalisasi peluang kesehatan, partisipasi dan keamanan untuk meningkatkan kualitas hidup di masa tua. Jika seseorang sehat dan aman, maka kesempatan berpartisipasi bertambah besar (Komnas Lansia, 2010).
Rumpin (2010) menjelaskan 10 jenis pelayanan posyandu lansia yaitu:
a.         Pemeriksaan aktifitas kegiatan sehari-hari/activity of daily living, meliputi kegiatan dasar dalam kehidupan, seperti makan/minum, berjalan, mandi, berpakaian, naik turun tempat tidur, buang air kecil dan besar.
b.         Pemeriksaan status mental. Pemeriksaan ini berhubungan dengan mental emosional, dengan menggunakan pedoman metode 2 menit ( bisa dilihat KMS usia lanjut)
c.         Pemeriksaan status gizi melalui penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan dan dicatat pada grafik indek massa tubuh.
d.        Pengukuran tekanan darah dengan menggunakan tensimeter dan stetoskop serta penghitungan denyut nadi selama satu menit.
e.         Pemeriksaan hemoglobin menggunakan Talquist, Sahli, atau Cuprisulfat.
f.          Pemeriksaan adanya gula dalam air seni sebagai deteksi awal adannya penyakit gula.
g.         Pemeriksaan adanya zat putih telur / protein dalam air seni sebagai deteksi awal adanya penyakit ginjal.
h.         Pelaksaan rujukan ke puskemas bila mana ada keluhan dan atau ditemukan kelainan pada pemeriksaan pada nomor 1 hingga 7.
i.           Penyuluhan bisa dilakukan didalam atau diluar kelompok dalam rangka kunjungan rumah dan konseling kesehatan dan gizi sesuai dengan masalah kesehatan yang dihadapi oleh individu dan atau kelompok usia lanjut.
j.           Kunjungan rumah oleh kader disertai petugas bagi kelompok usia lanjut yang tidak datang, dalam rangka kegiatan perawatan kesehatan masyarakat.
2.3.5   Keaktifan lansia pada posyandu
Menurut Suparyanto (2011:26) keaktifan lansia pada program posyandu dapat diketahui dengan jumlah kehadiran lansia pada saat dilaksanakan posyadu yaitu apabila lansia aktif melaksanakan program posyandu maka jumlah kehadirannya yaitu sebanyak ≥ 6 kali dalam setahun, sebaliknya apabila lansia tidak aktif dalam program posyandu maka jumlah kehadirannya yaitu sebanyak < 6 kali dalam setahun.

2.4    Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Fungsi Intelektual Lansia Tentang Posyandu Lansia
2.4.1   Pengetahuan
a.         Definisi
Pengetahuan merupakan suatu hasil tahu yang terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan suatu objek tertentu melalui indera  penglihatan, pendengaran, penciuman, perasaan dan perabaan. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui proses melihat atau mendengar selain itu melalui pengalaman dan proses belajar dalam pendidikan formal maupun non formal, (Sunaryo, 2004).
Pengetahuan adalah penggunaan pikiran dan penalaran logika serta bahasa dalam hal ini pikiran mengajukan pertanyaan yang relevan dengan persoalan sedangkan penalaran merupakan proses bagaimana pikiran menarik kesimpulan dari hal-hal yang sebelumnya diketahui. Peran logika adalah menjadi seperangkat azas yang mengarahkan supaya berfikir benar (Notoadjmojo, 2003)
b.    Tingkat pengetahuan
Untuk mengukur tingkat pengetahuan seseorang secara rinci terdiri dari 6 tingkatan (Sunaryo, 2004) yaitu :     
1.        Tahu (Know) diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mengidentifikasi, menyatakan dan sebagainya.
2.        Memahami (Comprehensif), diartikan sebagai suatu kemampuan memahami untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi yang harus dapat dijelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan dan meramalkan.
3.        Aplikasi (Application) diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi sebanarnya atau pengalaman hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks situasi yang lain.
4.        Analisis (Analysis) diartikan sebagai kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek dalam komonen-komponen tetapi masih dalam suatu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain.
5.        Sintetis (Synthesis)  merupakan suatu kemampuan untuk meletakan atau memnghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
6.        Evaluasi (Evaluation) merupakan kemampuan untuk melakukan penmelitian terhadap suatu meteri atau objek yang berdasarkan cerita yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang ada.
c.    Pengukuran pengetahuan
Tolak ukur atau kriteria penilaian data merupakan sesuatu yang penting kedudukannya, dan harus disediakan sebelum penelitian bertolak mengumpulkan data dilapangan (Arikunto, 2010).
Pengaruh pengetahuan dengan fungsi intelektual lansia yaitu kemampuan untuk mengenali dan mengingat peristilahan, definisi, fakta-fakta, gagasan, pola, urutan, metodologi, prinsip dasar, dan sebagainya. Sebagai contoh, ketika diminta menjelaskan manajemen kualitas, orang yang berada di level ini bisa menguraikan dengan baik definisi dari kualitas, karakteristik produk yang berkualitas, standar kualitas minimum untuk produk (Bila, 2012).
Pengetahuan dibagi atas 2 kategori yaitu (Tawi, 2013)
1.   Cukup                     : > mean/median
2.   Kurang                    : ≤ mean/median
2.4.2        Pendidikan
Pendidikan adalah upaya untuk memberikan pengetahuan sehingga terjadi perubahan perilaku positif yang meningkat. Pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti didalam pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan, perkembangan atau perubahan kearah yang lebih dewasa, lebih baik, dan lebih matang terhadap individu, kelompok atau masyarakat (Notoatmodjo, 2003).
Tingkat pendidikan juga merupakan hal terpenting dalam menghadapi masalah. Semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin banyak pengalaman hidup yang dilaluinya, sehingga akan lebih siap dalam menghadapi masalah yang terjadi. Umumnya, lansia yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi masih dapat produktif, mereka justru banyak memberikan kontribusinya sebagai pengisi waktu luang dengan menulis buku-buku ilmiah maupun biografinya sendiri (Noorkasiani, 2009).
Pengukuran pendidikan dibagi 2 kategori yaitu (Aditya, 2009)
a.    Tinggi  : SMA/Akademi/Perguruan Tinggi
b.    Rendah            : SD/SMP
2.4.3        Peran kader
a.         Definisi
Kader adalah seorang tenaga sukarela yang direkrut dari, oleh dan untuk masyarakat, yang bertugas membantu kelancaran pelayanan kesehatan. Keberadaan kader sering dikaitkan dengan pelayanan rutin di posyandu. Sehingga seorang kader posyandu harus mau bekerja secara sukarela dan ikhlas, mau dan sanggup melaksanakan kegiatan posyandu, serta mau dan sanggup menggerakkan masyarakat untuk melaksanakan dan mengikuti kegiatan posyandu (Adi, 2012).
b.    Tujuan kader posyandu
1.   Menyiapkan alat dan bahan
2.   Melaksanakan pembagian tugas
3.   Menyiapakna materi/media penyuluhan
4.   Mengundang ibu-ibu untuk datang ke Posyandu
5.   Pendekatan tokoh masyarakat
6.   Mendaftar lansia
7.   Mencatat kegiatan sehari-hari lansia
8.   Menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan lansia
9.   Membantu petugas kesehatan dalam melakukan pemeriksaan
10.    Kesehatan dan status mental, serta mengukur tekanan darah lansia
11.    Memberikan penyuluhan
12.    Membuat catatan kegiatan posyandu
13.    Kunjungan rumah kepada ibu-ibu yang tidak hadir di Posyandu
14.    Evaluasi bulanan dan peencanaan kegiatan posyandu (Adi, 2012).
c.    Jumlah kader posyandu
Jumlah kader Posyandu lansia disetiap kelompok tergantung pada jumlah anggota kelompok, volume dan jenis kegiatan yaitu sedikitnya 3 orang. Kader sebaiknya berasal dari anggota kelompok sendiri atau bila mana sulit mencari kader dari anggota kelompok dapat saja diambil dari anggota masyarakat lainnya yang bersedia menjadi kader (Adi, 2012).
d.   Syarat kader
Persyaratan untuk menjadi kader, antara lain: (1) dapat membaca dan menulis, (2) berjiwa sosial dan mau bekerja secara relawan, (3) mengetahui adat istiadat serta kebiasaan masyarakat, (4) mempunyai waktu yang cukup, (5) bertempat tinggal di wilayah posyandu, (6) berpenampilan ramah dan simpatik, (7) mengikuti pelatihan-pelatihan sebelum menjadi kader posyandu (Adi, 2012).
Menurut Adi (2012) pengukuran peran kader dalam keikutsertaan posyandu lansia dapat diukur dengan aktif yaitu apabila kader aktif melakukan kegiatan di posyandu ≥ 6 kali dalam setahun dan tidak aktif yaitu apabila kader tidak aktif melakukan kegiatan posyandu  < 6 kali dalam setahun, sehingga dapat dikategorikan sebagai berikut:
1)        Aktif                     : ≥ 6 kali dalam setahun
2)        Tidak aktif            : < 6 kali dalam setahun





No comments:

Post a Comment